Sarasehan Mengenai Prasasti Canggal

Bertempat di gedung Masri Singarimbun, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta, telah berlangsung Sarasehan Prasati Canggal, pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2015. Sarasehan dihadiri oleh kurang lebih lima puluh peserta (50), terdiri dari anggota anggota Masyarakat Pecinta Warisan Medang, akademisi, guru, dan anggota komunitas budaya Jawa dari Yogya dan sekitarnya, seperti Magelang dan Semarang. Sarasehan menampilkan pembicara utama, Drs. Slamet Pinardi MHum, arkeolog, anggota Dewan Pakar Masyarakat Pecinta Warisan Medang, dengan moderator Bpk.Iwan Prasetyo. Sarasehan bertujuan untuk membahas dan mendalami peran Prasasti  Canggal dalam perjalanan sejarah Nusantara.

Beberapa hal menarik yang perlu dicatat dan ditindak lanjuti dari diskusi adalah sebagai berikut,

  • Prasasti Canggal, tertulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, dibuat oleh Raka I Mataram Sang Ratu Sanjaya,  menandai  titik awal berdirinya kerajaan Medang. Merupakan prasasti tertua yang bertandakan waktu dengan candra sengkala “Çruti-indriya-rasa”, atau tahun 654 Caka, 732 Masehi.

 

  • Sejak pengkajian dan publikasi mengenai Prasasti Canggal, oleh Prof. Poerbotjaroko di tahun 1952, dan mungkin oleh Buchari di tahun 1965, belum ada lagi kajian/penelitian orisinil (original study) mengenai prasasti  penting ini. Hampir semua tulisan dan kajian yang dilakukan hanya didasarkan pada tinjauan pustaka dengan merujuk kedua publikasi di atas. Juga belum ada pengkajian atau studi untuk menindaklanjuti apa apa yang ditafsirkan dalam publikasi Poerbotjaroko tersebut, misalnya lokasi yang disebut Kunjarakunja, atau hutan gajah

 

  • Disepakati perlunya melakukan pengkajian kembali secara multidisipliner untuk mendalami dan menindaklanjuti temuan Poerbotjaroko dan peneliti2 terdahulu. Pengkajian lebih lanjut mengenai prasati Canggal juga harus mempertimbangkan lingkungan sekitar di mana prasasti itu dibuat, toponim, kondisi antropologi kehidupan masyarakat saat itu dan lain lain.

 

  • Dalam konteks ini juga perlu dikaji lebih dalam makna kata Medang, apakah nama kerajaan atau nama keraton. Banyak nama menyebutkan nama tempat Medang. Perlu dilakukan kembali kajian gramatika dan penterjemahan prasasti Canggal, oleh karena Sansekerta Jawa kemungkinan akan berbeda dengan Sansekerta asli.
  • Perbedaan pendapat tentang apakah ada satu dinasti (Syailendra) dan dua dinasti ( Syailendra dan Sanjaya) perlu ditelaah secara arif, bukan hanya perbedaan sederhana hitam putih semata. Perlu kajian bersama dengan pakar sejarah, mengenai kemungkinan adanya pembagian kerajaan (palih nagari) menjadi dua yakni Bhumi Sambara dan Bhumi Mataram. Kebiasaan membagi kerajaan yang sering terjadi sampai masa Mataram Baru.

 

  • Diharapkan sudah ada beberapa kejelasan mengenai sejarah Medang, pada saat  peringatan prasasti Canggal, bulan Oktober 2015 nanti.

 

Yogyakarta, 22 Februari 2015

Masyarakat Pecinta Warisan Medang

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*